KHULAFAUR RASYIDIN
I.
Abu Bakar Ash-Shidiq
1.
Proses Pemilihan
Setelah Nabi wafat, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshor berkumpul di balai
kota Bani
Sa’idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi
pemimpin.[1]
Kaum Anshar mencalonkan Sa’ad Ibn Ubadah. Sedangkan Muhajjirin mendesak Abu
Bakar sebagai calon mereka karena ia dipandang paling layak untuk menggantikan
Nabi. Di pihak lain terdapat kelompok orang yang menghendaki Ali Bin Abu
Thalib. Situasi yang kritis ini, pedang hampir saja terhunus dari sarungnya.
Masing-masing golongan berhak menjadi penerus Nabi. Namun berkat tindakan tegas
dari Umar, Abu Bakar, dan Abu Ubaidah Ibnu Jarrah memaksa Abu Bakar sendiri
sebagai pengganti Nabi Muhammad, masing-masing pihak dapat menerima dan
membaiatnya. [2]
Tampak dalam pemilihan Abu Bakar sama seperti pemilihan Syaikh (Pemimpin)
Kabilah Arab. Pemilihan ini terlaksana dengan system demokrasi, dimana system
yang berlaku menuntut agar factor usia dan keutamaan menjadi dasar bagi
terpilihnya seorang Syaih Kabilah.[3]
2. Masa Pemerintahan Abu bakar Ash-Shidiq
a.
Lama Pemerintahan:
11-13 H / 632-634 M
b. Sitem Pemerintahan
Kekuasaan yang dijalankan pada masa khalifah Abu Bakar bersifat sentral;
yakni kekuasaan Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif terpusat di tangan
Khalifah. Selain menjalankan pemerintahan, kalifah juga menjalankan hukum. Meskipun demikian, Abu Bakar selalu mengajak
sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah. Adapun urusan pemerintahan diluar kota
madinah, khalifah Abu Bakar membagi wilayah kekuasaan hukum Negara Madinah
menjadi beberapa propinsi, dan setiap propinsi Ia menugaskan seorang amir atau
wali (semacam jabatan gubernur).[4]
c.
Usaha-usaha yang
di lakukan Abu Bakar Ash-Shidiq
1.
Merealisasikan keinginan Nabi yang hampir tidak
terlaksana yaitu mengirimkan ekspedisi ke perbatasan Syiria di bawah pimpinan
Usamah untuk membalas pembunuhan ayahnya, Zaid, dan kerugian umat islam dalam
perang Mut’ah.
2.
Abu Bakar menghentikan pergolakan yang ada dalam
negeri, beliau juga menghadapi bahaya dari luar yang pada gilirannya dapat
menghancurkan eksistensi islam.[5]
3. Perang Riddah (perang melawan kemurtadan).
4. Memerangi orang-orang yang tidak mau
membayar zakat dari suku-suku Yaman, Yamanah, dan Oman.
5.
Menhancurkan Nabi-Nabi Palsu
c.
Perluasan Wilayah
Setelah perang riddah melawan
kaum murtad berakhir, di wilayah Timur Abu Bakar mengangkat Kalid Ibn Al- Walid
dan Mutsana Ibn Haritsah sebagai panglima perang yang ada 12 H/633 M dan
berhasil menguasai Iran dan beberapa kota Irak seperti Anbar, Daumatul Jandal,
dan Faradh. Pasukan ini berasil memenangkan pertemuan di Yarmuk. Abu Bakar juga
memberangkatkan pasukan-pasukan ke beberapa daerah. Diantaranya adalah ke
Damaskus dipimpin Yazid Ibn Abi Sufyan, Palestina dipimpin ‘Amr Ibn Al Ash dan
Hims dipimpin Abu Ubaydah Ibn Al Jarrah.[6]
3.
Akhir
Pemerintahan
Masa
pemerintahan Abu Bakar berakhir setelah Abu Bakar meninggal dunia pada hari
senin, 23 Agustus 624 M. Setelah kurang lebih 15 hari berbaring di tempat
tidur. Dia berusia 63
tahun dan kekhalifahan berlangsung selama 2 tahun 3 bulan 11 hari.[7]
II. Umar Ibn Al-Khathab
1.
Proses
Pemilihan
Sewaktu
masih terbaring sakit, Khalifah Abu Bakar secara diam-diam melakukan tinjauan
pendapat terhadap tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan sahabat mengenai pribadi
yang layak untuk menggantikannya. Pilihan beliau jatuh pada Umar Ibn Al-Khatab,
akan tetapi ia ingin mendengarkan pendapat-pendapat tokoh yang lain. Untuk
menjejaki pendapat umum, Abu Bakar melakukan serangkaian konsultasi terlebih
dahulu dengan beberapa orang sahabat, seperti Abdur Rahman Ibn Auf dan Utsman
Bin Affan.
Memang pada awalnya
terdapat berbagai keberatan mengenai rencana pengangkatan Umar, kemudian
Thalhah segera menemui Abu Bakar untuk menyampaikannya, namun pada akirnya Umar
adalah orang yang paling tepat dalam menduduki kursi kekhalifahan.[8]
II.
2. Masa Pemerintahan Umar Ibn
Al-Khathab
a.
Lama Pemerintahan: 13-23 H / 634-644 M
b.
Sistem Pemerintahan
Administrasi
pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah provinsi: Makkah, Madinah, Syiria,
Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Pada masanya mulai diatur dan
ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam
rangka memisahkan lembaga Yudikatif dengan lembaga Eksekutif.[9]
Khalifah Umar menerapkan prinsip demokratis dalam kekuasaan. Yaitu dengan
menjamin hak-hak bagi setiap warga negara.[10]
Adapun kekuasaan eksekutif
dipegang oleh Umar bin Khhattab dalam kedudukannya sebagai kepala Negara.untuk
menunjang kelancaran administrasi dan operasional tugas-tugas eksekutif, Umar
melengkapinya dengan beberapa jawatan,diantaranya:
1. Diwana al-kharaj (jawatan pajak)
2. Diwana alahdats (jawatan kepolisian)
3. Nazarat al-nafi’at (jawatan pekerjaan umum)
4. Diwana al-jund (jawatan militer)
5. Baitul al-mal (baitul mal)
Sumber-sumber keuangan Negara untuk mengisi baitul mal diperoleh dari alfarz,usyri,usyur,zakat dan jizya.[11]
1. Diwana al-kharaj (jawatan pajak)
2. Diwana alahdats (jawatan kepolisian)
3. Nazarat al-nafi’at (jawatan pekerjaan umum)
4. Diwana al-jund (jawatan militer)
5. Baitul al-mal (baitul mal)
Sumber-sumber keuangan Negara untuk mengisi baitul mal diperoleh dari alfarz,usyri,usyur,zakat dan jizya.[11]
c.
Perluasan
Wilayah
Ekspansi Umar yang
berhasil antara lain dilancarkan ke ibu kota Syiria. Damaskus, Ardan, dan Hims
yang berhasil dikuasai pada 14 H/635 M dibawah pimpinan Abu Ubaydah Ibn
Al-Jarrah. Setahun kemudian setelah tentara Byzantium dikalahkan dalam perang
Yarmuk, seluruh daerah syiria dapat dikuasai. Melalui Syiria ini penguasaan
Mesir dilakukan dengan pimpinan Amr Bin Al Ash. Sedangkan ke Irak dipimpin oleh
Syurahbil Ibn Hasanah dan Sa’ad Ibn Al Waqqash. Selanjutnya Al Qadisiyah sebuah
kota dekat Hirah di Irak dikuasai. Pada tahun 673 M berhasil menjatuhkan Al
Madain. Dan pada tahun 641 M Mosul dapat ditaklukkan pula. Dengan demikian,
pada masa pemerintahan Umar wilayah kekuasaan islam meliputi seluruh
semenanjung Arabia, sebagian besar wilayah Persia, dan sebagian wilayah romawi.[12]
3. Akhir Pemerintahan
Khalifah Umar
memerintah selama 10 Tahun lebih 6 Bulan. Masa jabatannya berakhir dengan
kematian yang tragis yaitu seorang budak Persia yang bernama Abu Lu’luah secara
tiba-tiba menyerang dari belakang. Ketika Umar hendak sholat jama’ah subuh di
masjid Nabawi.[13]
1II.
Utsman Bin Affan
1.
Proses
Pemilihan
Utsman terpilih
menjadi Kalifah diantara enam orang yang dinilai sangat pantas menduduki kursi
kekhalifahan dan ditunjuk oleh Umar pada saat menjelang ajalnya. Keenam Orang
itu adalah Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah,
Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Mereka itulah yang
bermusyawarah untuk menentukan siapa yang menjadi khalifah. Umar menempuh cara
petepan yang berbeda dengan cara Abu Bakar. Agar perolehan suaranya tidak sama,
maka Umar mengizinkan anaknya ’Abd Allah ikut bermusyawarah dengan syarat tidak
boleh dipilih sebagai khalifah. Dalam pemilihan itu Usman mendapat 4 suara , sedangkan Ali mendapat 3
suara.[14]
2.
Masa
Pemerintahan
a.
Lama Pemerintahan: 23-35 H /
644-656 M
b.
Sistem Pemerintahan
Untuk
pelaksanaan administrasi pemerintahan di daerah, khalifah usman
mempercayakannya kepada seorang gubernur untuk setiap wilayah atau propinsi
pada masanya kekuasaan wilayah madinah dibagi menjadi 10 propinsi. Sedangkan
kekuasaan legislative dipegang oleh Dewan Penasehat Syura, tempat khalifah
mengadakan musyawarah dengan para sahabat terkemuka. Prestsai tertinggi masa
pemerintahan Usman sebagai hasil majlis syura adalah menyusun al-quran standar,
yaitu penyeragaman bacaan dan tulisan Al-Quran.Untuk mengisi baitul mal
diperoleh dari alfarz, usyri, usyur, zakat dan jizya. Umar juga melengkapinya
dengan beberapa jawatan.[15]
Utsman paling berjasa dalam membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang
besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan,
jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.
c.
Perluasan Wilayah
Di wilayah
barat Utsman mengizinkan pasukan islam melakukan penaklukan ke Benua Afrika. Maka
berangkatlah ’ Abd Allah Ibn Abi Sarh hingga berhasil menaklukkan Tripoli pada
648 M. Sewaktu terjadi perang Dzatus Shawari 651 M armada laut pasukan islam
dapat mengalakan pasukan romawi. Hal inilah yang membedakan Utsman dengan
pendahulunya yang tidak boleh melakukan penyerbuan melalui laut. Sementara itu
di wilayah timur pasukan islam berhasil menaklukkan daerah Farghanah, Kabul,
Juran, Balkah, dan Herat.[16]
3. Akhir
Pemerintahan
Situasi
politik pada masa akhir pemerintahan Utsman semakin mencekam dan timbul
pemberontakan-pemberontakan yang mengakibatkan terbunuhnya Utsman. Utsman
Akhirnya wafat sebagai Syahid pada hari Jum’at tanggal 17 Dzulhijjah 655 M.
Ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan dan membunuh Utsman saat
sedang membaca Al Quran.
IV. Ali Bin Abi Thalib
1. Proses
Pemilihan
Peristiwa
pembunuan Utsman mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia islam yang waktu itu
sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu
mnguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali Bin Abi thalib menjadi
khalifah. Waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair Bin Awwam dan Thalhah
bin Ubaidillah memaksa beliau sehingga akhirnya Ali menerima baiat mereka.
Menjadikan Ali satu-satunya khalifah yang di baiat secara massal. Karena
khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.[17]
2. Masa Pemerintahan
a.
Lama Pemerintahan : 35-40
H / 656-661 M
b.
Sistem Pemerintahan
Ali
berhasil memecat sebagian besar gubernur yang korupsi dan mengembalikan
kebijaksanaan Umar pada setiap kesempatan yang memungkinkan. Ia membenahi dan
menyusun arsip Negara untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen
khalifah dan kantor sahib-ushsurtah, serta mengkoordinir polisi dan menetapkan
tugas-tugas mereka. Ali juga mengambil kembali tanah-tanah yang dibagikan
Utsman kepada famili-famili dan kaum kerabatnya tanpa jalan yang sah.[18]
3. Akhir Pemerintahan
Dalam
pemerintahannya ali banyak mengalami pertentangan karena ada anggapan Ali tidak
mampu mengungkap pembunuhan Utsman. Kelompok Khawarij bahkan menyimpulakan
bahwa penyebab terpecahnya kamu Muslimin adalah tiga orang, yaitu Ali,
Muawiyah, dan Amr Bin Ash. Maka ketiganya harus di bunuh. Ketika rencana
tersebut akan dilaksanakan ternyata hanya Ali yang berhasil terbunuh.[19]
Ali wafat pada tanggal 17
Ramadhan 40 H / 660 M. Ali tewas ketika hendak berangkat shalat subuh.[20]
BANI UMAYYAH
1.
Lahirnya Bani Umayyah
Penyelesaian kompromi Ali dengan Mu’awiyah tidak menguntungkan bagi Ali,
karena hal itu menimbulkan pecahnya kaum muslimin dan kepemimpinan Ali semakin
lemah namun kepemimpinan Mu’awiyah bertambah kuat.[21]
Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H (660 M), salah seorang kaum Khawarij
berhasil membunuh Ali di masjid Kuffah, yang berarti mengakhiri pemerintahan
Khulafa’ur rasyiddin. Wafatnya Ali menjadi jembatan emas bagi Mu’awiyah untuk
merealisasikankeputusan-keputusan perjanjian perdamaian yang menjadikan dia
sebagai penguasa terkuat di wilayah kekuasaan Islam.[22]
Tahun 41 H atau 661 M. Mu’awiyah memasuki kota kuffah atas dasar perjanjian damai yang
dibuat oleh Hasan. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat islamkembali dalam
satu kepemimpinan polotik, di bawah amu’awiyah Abi sufyan. Disisi lain
perjanjian ini menyebabkan Mu’awiyah menjadi penguasa absolut dalam islam. Pada
tahun ini disebut sebagai tahun persatuan, yang dikenal dalam sejarah sebagai
tahun jama’ah (‘am Jama’ah). Jadi ‘am Jam’ah adalah tahun persatuan antara
Hasan dan Mu’awiyah, artinya bahwa diantara mereka tidak terjadi perebutan
kekuasaan dan mereka berdamai serta menjalankan pemerintahan dalam satu
kepemimpinan, dan disinilah mulai pemerintahan Bani Umayyah dengan pendirinya
yaitu Mu’awiyah.[23]
2.
Khalifah Bani Umayyah
Dinasti Umayyah I ini ibu kota pemerintahannya di
Damaskus dan berlangsung selama 91 tahun dengan diperintah oleh 14 orang khalifah.
Dilihat dari perkembangan kepemimpinan para khalifat tersebut, maka periode
Bani Umayyah dibagi menjadi tiga masa, yaitu permulaan, kejayaan dan
keruntuhan.[24]
a.
Masa permulaan Bani Umayyah
Khaifah-khalifah
Bani Umayyah Permulaan yaitu:
1.
Mu’awiyah I (661-680 M)
Masa permulaan ini di
tandai dengan peletakan dasar-dasar pemerintahan dan orientasi kekuasaan oleh
Mu’awiyah, seperti:
a. Pemilihan
Khalifah.
Kekuasaan Mu’awiyah
berarti berakhirnya masa demokrasi. Karena masa pemerintahan Mu’awiyah,
penggantian Khalifah adalah secara turun temurun (sistem Monarkhi).
b. Munculnya
departemen baru dalam pemerintahan pusat
Masa Khulafaur Rasyidin
muncul dewan Al-Jund (urusan Kemiliteran) dan Al-Rasail (urusan administrasi
dan surat menyurat), pada masa Mu’awiyah muncul dewan Al-Barid (Urusan Pos).[25]
Dewan Al-Barid ini
adalah untuk mengumumkan kejadian-kejadian penting secara cepat. Dimana
kuda-kuda yang berlatih ditempatkan di pos pemberhentian tertentu, sehingga
petugas yang sampai di tempat itu dapat menggantikan kudanya yang kelelahan dan
meneruskan perjalanannya sampai kepos berikutnya. Demikian seterusnya sehingga
petugas tersebut sampai pada tujuan akhirnya.[26]
Upaya strategis yang
ditempuh Mu’awiyah untuk merebut kekuasaan dan mendirikan Bani Umayyah adalah
sbb:
a. Membentuk
kekuatan militer di Syiria
Caranya dengan merekrut
tentara bayaran baik dari masyarakat asli maupun dari emigran Arab.
b. Politisasi
pembunuhan Utsman
Disini Ali harus
mengusut pelaku pembunuhan khalifah Utsman, jika tidak maka Ali dianggap
bersekongkol dengan pemberontak dan Ali harus dihukum. Dan keadaan inilah yang
memperkuat pendukung dan kekuasaan Mu’awiyah.
c. Tipu
muslihat dalam arbitrase.
Usia kekhalifahan
Mu’awiyah hanya 20 tahun dan dengan kebijakan Mu’awiyah, maka kekhalifahannya
digantikan oleh anaknya yaitu Yazid.
2.
Yazid I (680-683 M)
Setelah Mu’awiyah
meninggal, Yazidlah penerus selanjutnya, kendati Yazid tidak memiliki
kemampuan. Pemerintahan Yazid adalah
dengan politik penindasan Machiavelistik yang tidak dikenal oleh kaum muslimin
sebelumnya.
Pemerintahan Yazid yang
hanya bertahan sekitar tiga setengah tahun, menimbulkan masalah-masalah.[27]
Pada masa pemerintahannya ditahun pertama
terjadi pertikaian hebat antara Dia dengan Husein Ibn Ali dan
mengakibatkan Husein terbunuh. Terbunuhnya Husein merupakan awal bencana yang
menimpa islam, karena kaum muslimin pecah menjadi 2 golongan yaitu Syi’ah dan
Sunni.[28]
Pada tahun kedua yaitu
perampasan atas Madinah. Serangan ini terjadi karena sikap permusuhan yang
dilakukan penduduk Madinah terhadap Khalifah. Kesetiaan mereka hilang, gubernur
diusir dan anggota umayyah diganggu. Hal ini membuat Yazid mengirimkan pemimpin
pasukan Muslim ibn ‘Uqba dan orang lalim Arab untuk mengepung Madinah dan
menundukkan serta merampasnya selama 3 hari.
Pada tahun ketiga
adalah serangan terhadap Makkah dan Ka’bah.[29]
Akhirnya Yazid
meninggal dan digantikan oleh cucunya Mu’awiyah
3.
Mu’awiyah II (683 M)
Setelah
Yazid wafat, Muawiyah II diangkat menjadi Khalifah. Dia adalah pemuda yang
lemah, namun tetap dipilih menjadi khalifah. Hal ini karena dia adalah cucu
dari Mu’awiyah dan kepadanyalah telah diletakkannya asas-asas sistem warisan
dalam jabatan khalifah itu. Mu’awiyah II yang masa jabatannya tidak lebih dari
40 hari, kemudian mengundurkan diri karena sakit, dan menyerahkan jabatan kepada
siapa saja yang bersedia. Dan selanjutnya dia hanya mengurung diri di rumah
sampai ia meninggal tiga bulan kemudian.[30]
4.
Marwah (684-685)
Perselisihan
berlangsung ditengah-tengahpengikut bani Umayyah, sehingga mengadakan
konferensi di Jabiya, Syiria dimana Marwan diambul sumpah kekhalifahan.
Setelah itu Marwan
menuju Marj Rahit mengalahkan Al-Dahhak dan membuat suku Arab bagian Selatan
mendapatkan kekuasaan yang lebih. Peperangan di Marj Rahit menyalakan kembali
api permusuhan dan pada akhirnya Marwan terbunuh dalam pertempuran di Iraq.[31]
b.
Masa Kejayaan Bani Umayyah
Khalifah-Khalifah masa ini adalah:
1. Abdul
Malik. (685-705 M)
Setelah
wafatnya Marwan, kekuasaan bani Umayyah dipengaruhi Oleh peperangan antar suku
yang mengarah pada kehancuran. Abdul Malik dikatakan sebagaipendiri dinasti
Umayyah yang kedua karena dia bisa mencegah disintegrasi tersebut dengan
kesabaran dan ketabahan hatinya.
Abdul
Malik adalah Khalifah yang sangat berbakat. Seperti yang diterangkan oleh
Mas’udi yaitu seorang ahli tata negara administator bani Umayyah yang dapat
dibedakan dari Mu’awiyah.
Jalannya
administrator Abdul Malik adalah corak
primitif. Tidak ada ketelitian dan pembagian tugas untuk melancarkan
efisiensi kerja. Jalannya pemerintahan dituntun oleh 4 departemen pokok saja[32],
yaitu:
a. Kementrian
Pajak Tanah (diwan Al-Kharaj), untuk mengawasi departemen keuangan.
b. Kementrian
Chatam, untuk masalah memorandum.
c. Kementrian
surat menyurat, yaitu untuk mengontrol permasalahan daerah dan komunikasi
gubernur.
d. Kementrian
perpajakan.
2. Al-Walid
I (705-715 M)
Masa
pergantiannya Walid I merupakan periode kemenangan, kemenangan dan kejayaan.
Hal ini karena negara islam meluas kearah barat dan timur, beban hidup
masyarakat mulai ringan, pendirian kota dan gedung-gedung umum seperti masjid
dan kantor.[33]
3. Sulayman
ibn Abdul Malik (715-717 M)
4. Umar
II (717-720 M)
c.
Masa
keruntuhan
Sepeninggalan Umar II yang hanya memerintah selama 2 tahun 5 bulan,
kekhalifahan mulai melemah dan akhirnya hancur.
Khalifah-khalifah masa itu adalah:
1. Yazid
Ibnu Abdul malik (720-724 M)
2. Hiyam
Ibnu abdul Malik (724-743 M)
3. Al-walid
ibnu Yazid (743-744 M)
4. YazidIbnu
Walid (744 M)
5. Ibrahim
Ibnu Walid (744 M)
6. Marwan
Ibnu Muhammad (684-685)
Sebab-sebab runtuhnya bani
Umayyah adalah sbb:
1. Sistem
pergantian Khalifah melalui garis keturunan
2. Penindasan
yang terus menerus terhadap pengikut Ali
3. Pertentangan
etnis
4. Lemahnya
pemerintahan bani Umayyah yang disebabkan sikap hidup mewahdi antara para
khalifah
5. Adanya
kekuatan baru yang dupelopori oleh turunan al-Abbas.
BANI ABBASIYAH
Pada
zaman Abasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai sistem politik. Menurut
pandangan para prmimpin Bani Abasiyah, kedaulatan yang ada pada pemerintahan
(khalifah0 adalah berasal dari Allah, bukan dari rakyat sebagaiman
diaplikasikan oleh Abu Bakar dan Umar pada Zaman Khulafaur Rasyidin. Hal ini
dapat dilihat dengan perkataan Khalifah Al-Mansur ”Saya adalah sultan Tuhan di
atas bumiNya”.
Sistem politik yang dilaksanakan
oleh Daulah Bani Abasiyah I, antara lain:
a. Para Khalifah tetap dari keturunan
Arab, sedang para menteri, panglima, gubernur dan para pegawai lainnya dipilih
dari keturunan Persia dan Mawali.
- Kota Baghdad digunakan
sebagai Ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi,
sosial, dan kebudayaan.
c. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai
sesuatu yang sangat penting dan mulia.
- Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui
sepenuhnya.
e. Para menteri trunan Persia diberi
kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintahan.
Selanjutnya,
periode II,III,IV kekuasaan politik Abasiyah sudah mengalami penurunan terutama
kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan negara-negara bagian sudah tidak
menghiraukan pemerintahan pusat, kecuali pengakuan politik saja. Panglima
didaerah sudah bekuasa di daerahnya, dan mereka telah mendirikan dan membentuk
pemerintahan sendiri, misalnya saja munculnya daulah-daulah kecil, contoh
daulah Bani Umayyah di Andalusia atau Spanyol, Daulah Fatimiyah.
Pada
masa awal berdirinya Daulah Abasiyah ada dua tindakan yang dilakukan oleh para
khalifah Daulah Bani Abasiyah untuk mengamankan dan mempertahankan dari
kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya pemberontakan. Yaitu:
a. Tindakan keras terhadap Bani
Umayyah.
- Pengutamaan orang-orang turunan Persi
Dalam menjalankan pemerintahan
khalifah Bani Abasiyah pada waktu itu dibantu oleh seorang wazir (perdana
menteri) atau yang jabatannya disebut dengan Wizaraat. Sedangkan wizaraat itu
dibagi lagi menjadi dua yaitu:
- Wizaraat Tanfiz (sistem pemerintahan
presidensial)
Yaitu wazir hanya sebagai
pembantu khalifah dan bekerja atas nama khalifah.
- Wizaraatut Tafwidl (parlemen kabinet)
Yaitu wazir berkuasa penuh
untuk memimpin pemerintahan, sedangkan khalifah sebagai lambang saja. Pada
kasus lainnya fungsi khalifah sebagai pengukuh dinasti-dinasti lokal sebagai
gubernurnya khalifah.
Selain itu untuk membantu
khalifah dalam menjalankan tata usaha negara diadakan sebuah dewan yang bernama
diwanul kitaabah (sekertariat negara) yang dipimpin oleh seorang raisul kuttab
(sekertaris negara) dan dalam menjalankan sistem pemerintahan negara wazir dibantu
beberapa raisul dewan (menteri departemen-departemen). Tata usaha negara
bersifat sentralistik yang dinamakan an-nidhamul idary al-markazy.
Selain itu dalam zaman Daulah
Abasiyah juga didirikan angkatan perang, Baitul Maal. Dan organisasi kehakiman.
Selama dinasti ini berkuasa pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai
dengan perubahan politik, ekonomi, sosial, dan budaya.[34]
BAB III
KESIMPULAN
NO
|
URAIAN
|
KHULAFAUR RASYIDIN
|
UMAYYAH
|
ABBASIYAH
|
1.
|
Proses pemilihan
|
Musyawarah
|
Keturunan
|
Keturunan
|
2.
|
Sistem pemerintahan
|
Demokratis
|
Monarkhi
|
|
3.
|
Fungsi Bitul Maal
|
Harta kekayaan rakyat
|
Harta keluarga raja
|
|
4.
|
ajaran
|
Menghapuskan fanatisme
|
Memunculkan kembali fanatisme
|
|
5.
|
Dewan pemerintahan
|
Dewan Al-Jund, diwan al-rasail. (umar bin-Khatab)
|
Dewan Al-Jund, diwan al-rasail, dewan Al-Barid (Mu’awiyah) Dewan
Al-Kharaj, dan dewan Khatam (Abdul Malik)
|
|
6.
|
Akhir pemerintahan
|
Pemerintahan berakhir ketika khalifah wafat dan digantikan khalifah yang
dianggap pantas.
|
Pemerintahan berakhir ketika khalifah wafat dan digantikan keturunannya.
|
|
7.
|
Penyelenggaraan negara
|
Tidak ada jabatan Wazir
|
Tidak ada jabatan Wazir
|
Ada jabatan Wazir
|
8.
|
Konsep khalifah
|
Pelanjut Nabi
|
Mandat dari Allah, bukan dari manusia
|
|
9.
|
Lembaga negara
|
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, K.2003. Sejarah Islam dari awal Hingga Runtuhnya
Dinasti Usmani (Tarikh Pramodern). Jakarta. PT Raja Grafindo
Choirul Rofiq,
Ahmad. 2009. Sejarah Peradaban Islam
(Dari Masa Klasik Hingga Modern). Ponorogo. STAIN Ponorogo Press.
Haq Dzul Karim,
Irfan. 23april2010. Daulah Bani Abbasiyah. http://www.scribd.com/doc/30390315/daulah-Bani-Abbasiyah
Hassan, Ibrahim
Hassan. 1989. Sejarah dan
Kebudayaan Islam. Yogyakarta.
Kota Kembang.
Latief, Sanusi. 2003.
Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta. PT Pustaka Al-Husna Baru.
Muttaqin. Politik Islam Masa Khulafaur Rasyidin.
10 Januari 2011. Pukul 09.15. http://klungsur-senjamagrib.blogspot.com/2011/01/politik-islam-masa-khulafaur-rasyidin.html
Syukur, Fatah.
2009. Sejarah Peradaban Islam. Semarang. PT Pustaka Rizki Putera.
Yatim, Badri. 2006. Sejarah
Peradaban Islam, Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada
[1] Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2006 ), hlm. 35
[2] Fatah
Syukur, Sejarah Peradaban Islam, ( Semarang : PT Pustaka Rizki
Putra, 2002 ), hlm. 50
[3] Hasan
Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan
Islam, ( Jakarta :
Kalam Mulia, 2003 ), hlm. 285
[4]
Di poskan oleh (Muttaqin, Politik Islam Masa Khulafaur Rasyidin, 10 Januari 2011, Pukul
09.15) http://klungsur-senjamagrib.blogspot.com/2011/01/politik-islam-masa-khulafaur-rasyidin.html
[5] Fatah
Syukur, Sejarah Peradaban Islam, ( Semarang : PT Pustaka Rizki
Putra, 2002 ), hlm. 51
[6] Ahmad Choirul Rofiq, M. Fil. I, Sejarah Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern ),
(Yogyakarta : Nadi Offset, 2009), hlm. 89
[7] Ibid.
Fatah Syukur. hlm. 52
[8] Fatah
Syukur, Sejarah Peradaban Islam, ( Semarang : PT Pustaka Rizki
Putra, 2002 ), hlm. 52-53
[9] Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2006 ), hlm. 38
[10] Ibid.
Badri Yatim, hlm. 37
[11] Di
poskan oleh (Muttaqin, Politik Islam Masa
Khulafaur Rasyidin, 10 Januari 2011, Pukul 09.15) http://klungsur-senjamagrib.blogspot.com/2011/01/politik-islam-masa-khulafaur-rasyidin.html
(Yogyakarta: Nadi Offset, 2009), hlm. 92
[13] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 54
[14] Ahmad Choirul Rofiq, M. Fil. I, Sejarah Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern ). hlm. 94
[15] Di
poskan oleh (Muttaqin, Politik Islam Masa
Khulafaur Rasyidin, 10 Januari 2011, Pukul 09.15) http://klungsur-senjamagrib.blogspot.com/2011/01/politik-islam-masa-khulafaur-rasyidin.html
[17] Fatah
Syukur, Sejarah Peradaban Islam, hlm.
57
[18] Di
poskan oleh (Muttaqin, Politik Islam Masa
Khulafaur Rasyidin, 10 Januari 2011, Pukul 09.15) http://klungsur-senjamagrib.blogspot.com/2011/01/politik-islam-masa-khulafaur-rasyidin.html
[19] Fatah
Syukur, Sejarah Peradaban Islam, ( Semarang : PT Pustaka Rizki
Putra, 2002 ), hlm. 60.
[20] K. Ali,
Sejarah Islam dari Awal hingga Runtuhnya
Dinasti Usmani, (Jakarta :
PT Raja Grafindo, 2003), hlm.218
[21] Ibid.
Fatah Syukur. Hlm.69
[22] Ahmad
Choirul Rofiq. Sejarah Peradaban Islam
(Dari Masa Klasik Hingga Modern). Ponorogo. STAIN Ponorogo Press. 2009.
Hlm.117
[23] Ibid. Fatah Syukur. Hlm.69
[24] Ibid. Ahmad Choirul Rofiq. Hlm. 117
[25] K. Ali,
Sejarah Islam dari awal Hingga Runtuhnya
Dinasti Usmani (Tarikh Pramodern). Jakarta .
PT Raja Grafindo. 2003. Hlm. 330
[27] Ibid.
Hassan Ibrahim Hassan. Hlm.68
[28] Fatah Syukur.
Sejarah Peradaban Islam. Hlm. 73
[29] Ibid.
Hassan Ibrahim Hassan. Hlm. 69
[30] Sanusi Latief.
Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta. PT Pustaka Al-Husna Baru. 2003. Hlm. 50-51.
[33] Ibid. Ahmad Choirul Rofiq. Hlm.117
[34] Irfan
Haq Dzul Karim. Daulah Bani Abbasiyah. 23 april 2010. http://www.scribd.com/doc/30390315/daulah-Bani-Abasiyyah.hlm.
14-15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar