Senin, 17 Desember 2012

Makalah Kritisisme Immanuel Kant

KRITISISME IMMANUEL KANT

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Sejarah filsafat adalah sejarah pertarungan akal dan hati (iman) dalam berebut dominasi mengendalikan jalan hidup manusia. Kadang-kadang akal menang mutlak, kadang-kadang iman yang menang mutlak. Kedua-duanya membahayakan hidup manusia. Yang menguntungkan hidup manusia ialah bila akal dan iman mendominasi hidup manusia secara seimbang.

Dilihat dari jurusan ini sekurang-kurangnya ada tiga filosof besar. Socrates yang berhasil menghentikan pemikiran sofisme dan mendudukkan akal dan iman pada posisinya, Descrates yang berhasil menghentikan dominasi iman (Kristen) ddan menghargai akal, serta Kant yang berhasil menghentikan sofisme modern untuk mendudukkan kembali akal dan iman pada kedudukan masing-masing. Dalam kerangka inilah agaknya Kant mendapat tempat yang lebih dari lumayan di dalam sejarah filsafat.

Situasi pemikiran yang dihadapi Kant sekalipun sama dengan situasi pemikiran yang dihadapi oleh Socrates, pada esensinya benar-benar sudah mencapai titik kritis. Argumen-argumen Kant dimuat didalam bukunya, Critique of Pure Reason dan Critique of  Practical Reason dan critique of  Judgment. [1]

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah kritisisme itu?
2.      Bagaimanakah kehidupan dan karya Immanuel Kant?
3.  Bagaimana kritisisme Immanuel Kant dalam bukunya yang berjudul Critique of Pure Reason, Critique of  Practical Reason, dan critique of  Judgment?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui kritisisme
2.      Untuk mengetahui  kehidupan dan karya Immanuel Kant
3.      Untuk mengetahui bagaimana kritisisme Immanuel Kant dalam bukunya yang berjudul Critique of Pure Reason, Critique of  Practical Reason, dan critique of  Judgment.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kritisisme

Secara harfiah, kata kritik berarti pemisahan. Filsafat Kant berusaha membeda-bedakan antara pengenalan yang murni dan yang tidak murni, yang tiada kepastiannya. Ia ingin membersihkan pengenalan dari keterikatan kepada segala penampakan yang bersifat sementara. Jadi filsafatnya dimaksud sebagai penyadaran atas kemampuan-kemampuan rasio secara obyektif dan menentukan batas-batas kemampuannya untuk memberi tempat iman dan kepercayaan.[2]

Filsafat Kant merupakan titik tolak periode baru bagi filsafat barat. Ia menyimpulkan dan mengatasi aliran rasionalisme dan empirisme.[3] Pada awalnya, Kant mengikuti rasionalisme, tetapi kemudian tepengaruh oleh empirisnya (Hume). Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah menerimanya karena ia mengetahui bahwa empirisme terkadang skep-tisisme. Untuk itu, ia tetap mengakui kebenaran ilmu, dan dengan akal manusia akan dapat mencapai kebenaran.[4]

Akhirnya Kant mengakui peranan akal dan keharusan empiri, kemudian dicobanya mengadakan sintesis. Walaupun pengetahuan bersumber dari akal (rasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dati benda (empirisme). Ibarat burung terbang harus mempunyai sayap (rasio) dan udara (empiri).

Jadi, metode berpikirnya disebut kritis. Walaupun ia mendasarkan diri pada nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari adanya persoalan-persoalan yang melampaui akal. Sehingga akal mengenal batas-batasnya. Karena itu aspek irrasionalitas dari kehidupan dapat diterima kenyataanya.[5] Adapun ciri-ciri Kritisisme adalah adalah sebagai berikut:

a.       Menganggap obyek pengenalan berpusat pada subyek dan bukan pada obyek
b.      Manegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau hakikat sesuatu, rasio hanya mampu menjangkau gejalanya atau fenomenanya saja.
c.       Menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara peranan unsur a priori yang berasal dari rasio serta berupa ruang dan waktu dan peranan unsure aposteriori yang berasal dari pengalaman yang berupa materi. [6]

B.     Kehidupan dan Karya Immanual Kant

Immanuel Kant lahir pada tanggal 22 April 1724 di Konigsberg, Prusia Timur, Jerman. Dari anak seorang pembuat pelana kuda. Dia tinggal di kota ini selama hidupnya hingga meninggal pada usia 80-an (1804). Keluarganya menganut kristiani yang shaleh. [7]Keyakinan agamanya itu sekaligus merupakan latar belakang yang cukup penting bagi pemikiran filosofinya, terutama masalah etika.

Kant memasuki Universitas Konigsberg pada usia 16 tahun. Setelah selesai ia menjadi guru privat. Kemudian pada tahun 1755, ia kembali ke universitas Konogsberg menjadi dosen, dan tahun 1770 ia diangkat menjadi professor, terutama di bidang logika dan metafisika. [8]

Sejak kecil ia tidak meninggalkan desanya, kecuali hanya selama beberapa waktu singkat untuk mengajar di desa tetangganya. Pemikiran-pemikiran Kant yang terpenting diantaranya ialah tentang “akal murni”. Menurutnya, dunia luar itu diketahui hanya dengan sensasi, dan jiwa bukanlah sekedar tabula rasa, tetapi jiwa merupakan alat yang positif, memilih dan merekonstruksi hasil sensasi yang masuk itu dikerjakan oleh jiwa dengan menggunakan katagori, yakni mengklasifikasikan dan memersepsikannya ke dalam idea.[9]

      Joko Siswanto membagi pemikiran Kant menjadi empat periode:[10]
1.      Periode pertama, ketika ia masih berada dibawah bayang-bayang Leibniz-Wolff sampai tahun 1760. Periode pertama biasa disebut sebagai periode rasionalistik.
2.      Periode kedua, berlangsung antara tahun 1760-1770 yang ditandai dengan semangat skeptimisme., yang dikenal dengan periode empiristik karena dominasi pemikiran empirisme Hume. Karya yang muncul adalah Dream  of a Spirit  Seer.
3.      Periode ketiga, Dimulai dari tahun 1770 yang dikenal dengan periode kritis. Karya yang muncul diantaranya:
a.    The Critique of Pure Reason (1781)
b.     Prolegomena to any Future Methaphysics ( 1787 )
c.       Metaphysical Foundation of Rational Science ( 1786 )
d.       Critique of Practical Reason ( 1788 )
e.        Critique of Judgment ( 1790 )
4.  Periode keempat, Berlangsung antara tahun 1790 sampai akhir hayatnya, 1804. Pada periode ini perhatian Kant lebih pada persoalan-persoalan agama dan social. Karyanya yang terpenting adalah Religion Within the Boundaries of Pure Reason (1793), Religion Within Limits of Pure Reason (1794), dan sekumpulan essai yang berjudul Eternal Peace (1795).[11]

Immanuel Kant adalah Filsuf modern yang paling berpengaruh. Pemikirannya yang analisis dan tajam memasang patok-patok yang mau tak mau menjadi acuan bagi segenap pemikiran filosofis kemudian, terutama dalam bidang epistimologi, metafisika, dan etika.[12]

C.     Kritisisme Immanuel Kant

Immanuel Kant memulai filsafatnya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Isi utama dari kritisisme adalah gagasan Immanuel Kant tentang teori pengetahuan, etika, dan estetika.[13]Setelah Kant mengadakan penyelidikan (Kritik) terhadap pengetahuan akal, setelah itu, manusia terasa bebas dari otoritas yang datangnya dari luar manusia, demi kemajuan /peradaban manusia. [14]

Immanuel kant mengkritik empirisme, ia berpendapat bahwa empirisme harus dilandasi dengan teori- teori dari rasionalisme sebelum dianggap sah melalui proses epistomologi, itu merupakan penjelasan melalui bukunya yang berjudul critique of pure reason (kritik atas rasio murni), selain karyanya tersebut Immanuel kant juga menulis buku yang menyatakan filsafat kritisisme yaitu adalah Critique of  Practical Reason (Kritik Atas Rasio Praktis) yang terakhir adalah Critique of  Judgment ( Kritik Atas Pertimbangan ).[15]

1.      Critique of Pure Reason (Kritik atas Rasio Murni)

Kritisisme Kant dapat dianggap sebagai suatu usaha raksasa untuk mendamaikan rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme mementingkan unsure a priori dalam pengenalan, berarti unsur-unsur yang terlepas dari segala pengalaman (seperti misalnya “ide-ide bawaan” ala Descraes). Empirisme menekankan unsur-unsur aposteriori berarti unsure-unsur yang berasal dari pengalaman (seperti Locke yang menganggap rasio sebagai “lembaran putih”). Menurut Kant baik rasionalisme maupun empirisme kedua-duanya berat sebelah. Ia berusaha menjelaskan bahwa pengenalan manusia merupakan paduan antara unsure-unsur a priori dengan unsure unsure aposteriori.[16]

Walaupun Kant sangat menagumi empirisme Hume, empirisme yang bersifat radikal dan yang konsekuen, ia tidak dapat menyetujui skeptisime yang dianut Hume dengan kesimpulannya bahwa dalam ilmu pengetahuan, kita tidak mampu mencapai kepastian. Pada waktu Kant hidup sudah jelas bahwa ilmu pengetahuan alam yang dirumuskan Newton memperoleh sukses. Hukum-hukum ilmu pengetahuan berlaku selalu dan dimana-mana. Misalnya air mendidih pada 100 C selalu begitu dan begitu dan begitulah dimana-mana.[17]

Arti penting buku pertama 800 halaman yang berjudul Critique of Pure Reason adalah hendak menyelamatkan sains dan agama. Mula-mula sains itu dibuktikan absolute bila dasarnya a priori; ia berhasil disini. Kemudian ia membatasi keabsolutan sains tersebut dengan mengatakan bawa sains itu naïf. Sains hanya mengetahui penampakan obyek. Bila sains maju selangkah lagi, ia akan terjerumus ke dalam antinomy. Jadi sains dapat dipegang, tetapi sebatas penampakan obyek. Dengan demikian, sains telah diselamatkan. Argumennya adalah bahwa sains dan akal tidak mampu menembus noumena, tidak mampu juga menembus obyek-obyek keyakinan. Obyek-obyek ini, yaitu obyek keyakinan, temasuk noumena yang lain, hanya diketahui dengan kala praktis. Jadi agama telah di selamatkan.[18]

Adapun  Inti  dari  isi buku yang  berjudul Kritik atas Rasio Murni  adalah sebagai berikut:
a.   Kritik atas akal murni menghasilkan sketisisme yang beralasan.
b.      Tuhan yang sesungguhnya adalah kemerdekaan dalam pengabdian pada yang  di cita-citakan. Akal praktis adalah berkuasa dan lebih tinggi dari pada akal teoritis.
c.       Agama dalam ikatan akal terdiri dari moralitas. Kristianitas adalah moralitas yang abadi.[19]

2.   Critique of  Practical Reason (Kritik Atas Rasio Praktis)

Rasio murni yang dimaksudkan oleh Kant adalah Rasio yang dapat menjalankan roda pengetahuan. Akan tetapi, disamping rasio murni terdapat rasio praktis, yaitu rasio yang mengatakan apa yang harus kita lakukan; atau dengan lain kata, rasio yang memberikan perintah kepada kehendak kita. Kant memperlihatkan bahwa rasio praktis memberikan perintah yang mutlak yang disebutnya sebagai imperative kategori. Kant beranggapan bahwa ada tiga hal yang harus disadari sebaik-baiknya bahwa ketiga hal itu dibuktikan, hanya dituntut. Itulah sebabnya Kant menyebutnya ketiga postulat dari rasio praktis. Ketga postulat dimaksud itu ialah:[20]

1.      Kebebasan kehendak
2.      Inmoralitas jiwa, dan
3.      Adanya Allah

Yang tidak dapat ditemui atas dasar rasio teoritis harus diandaikan atas dasar rasio praktis. Akan tetapi tentang kebebasan kehendak, immoralitas jiwa, dan adanya Allah, kita semua tidak mempunyai pengetahuan teoritas. Menerima ketiga postulat tersebut dinamakan Kant sebagai Glaube alias kepercayaan. Dengan demikian, Kant berusaha untuk memperteguh keyakinannya atas Yesus Kristus dengan penemuan filsafatnya.[21]

Dalam kritiknya antara lain kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan adalah bersifat umum, mutlak dan pengertian baru. Untuk itu ia membedakan tiga aspek putusan. Pertama, putusan analitis a priori, dimana predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subyek, karena termasuk di dalamnya (misalnya, setiap benda menempati ruang). Kedua, putusan sintesis aposteriori, misalnya pernyataan misalnya meja itu bagus disini predikat dihubungkan dengan subyek berdasakan pengalaman indrawi. Ketiga , putusan sintesis apriori, dipakai sebagai suatu sumber pengetahuan kendati bersifat sintesis, tetapi bersifat apriori juga, misalnya, putusan yang berbunyi segala kejadian mempunyai sebab.[22]

4.            Critique of  Judgment ( Kritik Atas Pertimbangan )

Kritik ketiga dari Kant atas rasionalisme dan empirisme adalah sebagaimana dalam karyanya Critique of  Judgment. Sebagai konsekuensi dari “Kritik atas Rasio Umum ” dan “Kritik atas Rasio Praktis” ialah munculnya dua lapangan tersendiri, yaitu lapangan keperluan mutlak, di bidang alam dan lapangan kebebasan di bidang tingkah laku manusia. Maksud kritik der unteilskraft  ialah mengerti kedua persesuaian kedua lapangan ini. Hal ini terjadi dengan menggunakan konsep finalitas (tujuan). [23]

Finalitas bisa besifat subyektif dan obyektif. Kalau finalitas bersifat subyektif, manusia mengarahkan obyek pada diri manusia sendiri. Inilah yang terjadi di dalam pengalaman estetis (seni). Dengan finalitas yang bersifat obyektif dimaksudkan keselarasan satu sama lain dari benda-benda dari benda-benda alam.[24]

Adapun Inti dari Critique of  Judgment (Kritik atas pertimbangan) adalah sebagai berikut:

a.       Kritik atas pertimbangan menghubungkan diantara kehendak dan pemahaman.
b.      Kehendak cernderung menuju yang baik, kebenaran adalah objek dari  pemahaman.
c.       Pertimbangan yang terlibat terletak diantara yang benar dan yang baik
d.      Estetika adalah cirinya tidak teoritis maupun praktis, ini adalah gejala yang ada pada dasar subjektif.
e.       Teologi adalah teori tentang fenomena, ini adalah bertujuan: (a) subjektif (menciptakan kesenangan dan keselarasan) dan (b) objektif (menciptakan yang cocok melalui akibat-akibat dari pengalaman).

Kritisisme Immanuel Kant sebenarya telah memadukan dua pendekatan alam pencarian keberadaan sesuatu yang juga tentang kebenaran substanstial dari sesuatu itu. Kant seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak dapat dijadikan tolok ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata dan rasional, sebagaimana mimpi yang nyata tetapi “tidak real”, yang demikian sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran.

Dengan pemahaman tersebut, rasionalisme dan empirisme harusnya bergabung agar melahirkan suatu paradigma baru bahwa kebenaran empiris harus rasional, sebagaimana kebenaran rasional harus empiris. Jika demikian, kemungkinan lahir aliran baru yakni rasionalisme empiris.[25]

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan 

Filsafat Immanuel kant yakni kritisisme adalah penggabungan antara aliran filsafat sebelumnya yakni Rasionalisme yang dipelopori oleh Rene Descartes dan empirisme yang dipelopori oleh David Hume. Kant mempunyai tiga karya yang sangat penting yakni kritik atas rasio murni, kritik atas rasio praktis, kritik atas pertimbangan. Ketiga karyanya inilah yang sangat mempengaruhi pemikiran filosof sesudahnya, yang mau tak mau menggunakan pemikiran kant. Karena pemikiran kritisisme mengandung patokan-patokan berfikir yang rasional dan empiris.

B.Kritik

Kant mengatakan bahwa pengalaman kita berada dalam bentuk-bentuk yang ditentukan oleh perangkat indrawi kita, maka hanya dalam bentuk-bentuk itulah kita menggambarkan eksitensi segala hal, kelemahan dari pendapatnya ini bahwa pengalaman ditentukan oleh perangkat indrawi, dari pernyataan ini kant mengabaikan pengalaman yang timbul dari luar indarwi, yakni misalkan metafisika, psykologi, karena pengalaman ini tidak bersifat indrawi, secara tidak langsung kant menentang pengalaman yang tidak indrawi atau metafisik. Sehingga seseorang tidak dapat menggambarkan eksistensi sesuatu.

DAFTAR PUSTAKA


Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra, (Bandung: Rosda, 1990)


Dr. Anton Baker, Metode-metode Filsafat, (Jakarta Ghalia Indonesia,1986)

Drs. Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008)

Drs. Atang Abdul Hakim, MA., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)

Betttrand Russel, History of  Western Philosiphy, (London: George Allen & Unwin Ltd., 1991)

Dr. zubaedi, M. Ag. M. Pd., Filsafat Barat: DariLogika Baru rene Descrates hingga Revolusi Sains Ala Thomas Khun, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2007), hlm. 67.


.




[1] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra, (Bandung: Rosda, 1990),. 157
[2] http://www.doepatu.co.cc/2010/01/kritisisme-immanuel-kant.html
[3] Dr. Anton Baker, Metode-metode Filsafat, (Jakarta Ghalia Indonesia,1986), hlm. 88
[4] Drs. Asoro Achmadi, Filsafat Umum, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 140
[5] Drs. Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 140
[6] Drs. Atang Abdul Hakim, MA., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 283
[7] Betttrand Russel, History of  Western Philosiphy, (London: George Allen & Unwin Ltd., 1991), hlm. 675
[8] Dr. zubaedi, M. Ag. M. Pd., Filsafat Barat: DariLogika Baru rene Descrates hingga Revolusi Sains Ala Thomas Khun, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2007), hlm. 67.
[9] Drs. Atang Abdul Hakim, MA., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 277
[10] Dr. zubaedi, M. Ag. M. Pd., Filsafat Barat: DariLogika Baru rene Descrates hingga Revolusi Sains Ala Thomas Khun, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2007), hlm. 67.
[11] Joko Siswanto, Sistem-Sistem Metafisika Barat: Dari Aristoteles sampai Derrida (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 46.
[12] http://www.doepatu.co.cc/2010/01/kritisisme-immanuel-kant.html
[13] Drs. Atang Abdul Hakim, MA., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 282
[14] Drs. Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 156
[15] http://www.doepatu.co.cc/2010/01/kritisisme-immanuel-kant.html
[16] Drs. Atang Abdul Hakim, MA., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 284
[17] Drs. Atang Abdul Hakim, MA., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 284
[18] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra, (Bandung: Rosda, 1990), hlm. 166
[19] http://www.doepatu.co.cc/2010/01/kritisisme-immanuel-kant.html
[20] Drs. Atang Abdul Hakim, MA., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 287
[21] Drs. Atang Abdul Hakim, MA., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 287
[22] http://www.doepatu.co.cc/2010/01/kritisisme-immanuel-kant.html
[23] Drs. Atang Abdul Hakim, MA., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 287
[24] Drs. Atang Abdul Hakim, MA., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 288
[25] Drs. Atang Abdul Hakim, MA., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 288

1 komentar: