Senin, 17 Desember 2012

Makalah Sistem Politik Masa Khulafaur Rasyidin, Bani Ummayah, dan bani Abbasiyah




KHULAFAUR RASYIDIN

I.         Abu Bakar Ash-Shidiq
1.        Proses Pemilihan
Setelah Nabi wafat, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshor berkumpul di balai kota Bani Sa’idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin.[1] Kaum Anshar mencalonkan Sa’ad Ibn Ubadah. Sedangkan Muhajjirin mendesak Abu Bakar sebagai calon mereka karena ia dipandang paling layak untuk menggantikan Nabi. Di pihak lain terdapat kelompok orang yang menghendaki Ali Bin Abu Thalib. Situasi yang kritis ini, pedang hampir saja terhunus dari sarungnya. Masing-masing golongan berhak menjadi penerus Nabi. Namun berkat tindakan tegas dari Umar, Abu Bakar, dan Abu Ubaidah Ibnu Jarrah memaksa Abu Bakar sendiri sebagai pengganti Nabi Muhammad, masing-masing pihak dapat menerima dan membaiatnya. [2]

Tampak dalam pemilihan Abu Bakar sama seperti pemilihan Syaikh (Pemimpin) Kabilah Arab. Pemilihan ini terlaksana dengan system demokrasi, dimana system yang berlaku menuntut agar factor usia dan keutamaan menjadi dasar bagi terpilihnya seorang Syaih Kabilah.[3]

2.      Masa Pemerintahan Abu bakar Ash-Shidiq
a.         Lama Pemerintahan: 11-13 H / 632-634 M
b.      Sitem Pemerintahan
Kekuasaan yang dijalankan pada masa khalifah Abu Bakar bersifat sentral; yakni kekuasaan Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif terpusat di tangan Khalifah. Selain menjalankan pemerintahan, kalifah juga menjalankan hukum.  Meskipun demikian, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah. Adapun urusan pemerintahan diluar kota madinah, khalifah Abu Bakar membagi wilayah kekuasaan hukum Negara Madinah menjadi beberapa propinsi, dan setiap propinsi Ia menugaskan seorang amir atau wali (semacam jabatan gubernur).[4]
c.         Usaha-usaha yang di lakukan Abu Bakar Ash-Shidiq
1.    Merealisasikan keinginan Nabi yang hampir tidak terlaksana yaitu mengirimkan ekspedisi ke perbatasan Syiria di bawah pimpinan Usamah untuk membalas pembunuhan ayahnya, Zaid, dan kerugian umat islam dalam perang Mut’ah.
2.    Abu Bakar menghentikan pergolakan yang ada dalam negeri, beliau juga menghadapi bahaya dari luar yang pada gilirannya dapat menghancurkan eksistensi islam.[5]
3.    Perang Riddah (perang melawan kemurtadan).
4.    Memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat dari suku-suku Yaman, Yamanah, dan Oman.
5.    Menhancurkan Nabi-Nabi Palsu        

c.         Perluasan Wilayah
Setelah perang riddah melawan kaum murtad berakhir, di wilayah Timur Abu Bakar mengangkat Kalid Ibn Al- Walid dan Mutsana Ibn Haritsah sebagai panglima perang yang ada 12 H/633 M dan berhasil menguasai Iran dan beberapa kota Irak seperti Anbar, Daumatul Jandal, dan Faradh. Pasukan ini berasil memenangkan pertemuan di Yarmuk. Abu Bakar juga memberangkatkan pasukan-pasukan ke beberapa daerah. Diantaranya adalah ke Damaskus dipimpin Yazid Ibn Abi Sufyan, Palestina dipimpin ‘Amr Ibn Al Ash dan Hims dipimpin Abu Ubaydah Ibn Al Jarrah.[6]

3.        Akhir Pemerintahan
Masa pemerintahan Abu Bakar berakhir setelah Abu Bakar meninggal dunia pada hari senin, 23 Agustus 624 M. Setelah kurang lebih 15 hari berbaring di tempat tidur. Dia berusia 63 tahun dan kekhalifahan berlangsung selama 2 tahun 3 bulan 11 hari.[7]

II.      Umar Ibn Al-Khathab
1.        Proses Pemilihan
Sewaktu masih terbaring sakit, Khalifah Abu Bakar secara diam-diam melakukan tinjauan pendapat terhadap tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan sahabat mengenai pribadi yang layak untuk menggantikannya. Pilihan beliau jatuh pada Umar Ibn Al-Khatab, akan tetapi ia ingin mendengarkan pendapat-pendapat tokoh yang lain. Untuk menjejaki pendapat umum, Abu Bakar melakukan serangkaian konsultasi terlebih dahulu dengan beberapa orang sahabat, seperti Abdur Rahman Ibn Auf dan Utsman Bin Affan.

Memang pada awalnya terdapat berbagai keberatan mengenai rencana pengangkatan Umar, kemudian Thalhah segera menemui Abu Bakar untuk menyampaikannya, namun pada akirnya Umar adalah orang yang paling tepat dalam menduduki kursi kekhalifahan.[8]

II.                                                                            2.    Masa Pemerintahan Umar Ibn Al-Khathab
a.         Lama Pemerintahan: 13-23 H / 634-644 M
b.        Sistem Pemerintahan
Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah provinsi: Makkah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga Yudikatif dengan lembaga Eksekutif.[9] Khalifah Umar menerapkan prinsip demokratis dalam kekuasaan. Yaitu dengan menjamin hak-hak bagi setiap warga negara.[10]
Adapun kekuasaan eksekutif dipegang oleh Umar bin Khhattab dalam kedudukannya sebagai kepala Negara.untuk menunjang kelancaran administrasi dan operasional tugas-tugas eksekutif, Umar melengkapinya dengan beberapa jawatan,diantaranya:
1. Diwana al-kharaj (jawatan pajak)
2. Diwana alahdats (jawatan kepolisian)
3. Nazarat al-nafi’at (jawatan pekerjaan umum)
4. Diwana al-jund (jawatan militer)
5. Baitul al-mal (baitul mal)
Sumber-sumber keuangan Negara untuk mengisi baitul mal diperoleh dari alfarz,usyri,usyur,zakat dan jizya.
[11]

c.         Perluasan Wilayah
Ekspansi Umar yang berhasil antara lain dilancarkan ke ibu kota Syiria. Damaskus, Ardan, dan Hims yang berhasil dikuasai pada 14 H/635 M dibawah pimpinan Abu Ubaydah Ibn Al-Jarrah. Setahun kemudian setelah tentara Byzantium dikalahkan dalam perang Yarmuk, seluruh daerah syiria dapat dikuasai. Melalui Syiria ini penguasaan Mesir dilakukan dengan pimpinan Amr Bin Al Ash. Sedangkan ke Irak dipimpin oleh Syurahbil Ibn Hasanah dan Sa’ad Ibn Al Waqqash. Selanjutnya Al Qadisiyah sebuah kota dekat Hirah di Irak dikuasai. Pada tahun 673 M berhasil menjatuhkan Al Madain. Dan pada tahun 641 M Mosul dapat ditaklukkan pula. Dengan demikian, pada masa pemerintahan Umar wilayah kekuasaan islam meliputi seluruh semenanjung Arabia, sebagian besar wilayah Persia, dan sebagian wilayah romawi.[12]

3.     Akhir Pemerintahan
Khalifah Umar memerintah selama 10 Tahun lebih 6 Bulan. Masa jabatannya berakhir dengan kematian yang tragis yaitu seorang budak Persia yang bernama Abu Lu’luah secara tiba-tiba menyerang dari belakang. Ketika Umar hendak sholat jama’ah subuh di masjid Nabawi.[13]

1II.        Utsman Bin Affan
1.        Proses Pemilihan
Utsman terpilih menjadi Kalifah diantara enam orang yang dinilai sangat pantas menduduki kursi kekhalifahan dan ditunjuk oleh Umar pada saat menjelang ajalnya. Keenam Orang itu adalah Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Mereka itulah yang bermusyawarah untuk menentukan siapa yang menjadi khalifah. Umar menempuh cara petepan yang berbeda dengan cara Abu Bakar. Agar perolehan suaranya tidak sama, maka Umar mengizinkan anaknya ’Abd Allah ikut bermusyawarah dengan syarat tidak boleh dipilih sebagai khalifah. Dalam pemilihan itu Usman mendapat 4 suara , sedangkan Ali mendapat 3 suara.[14]

2.        Masa Pemerintahan
a.        Lama Pemerintahan: 23-35 H / 644-656 M
b.        Sistem Pemerintahan
Untuk pelaksanaan administrasi pemerintahan di daerah, khalifah usman mempercayakannya kepada seorang gubernur untuk setiap wilayah atau propinsi pada masanya kekuasaan wilayah madinah dibagi menjadi 10 propinsi. Sedangkan kekuasaan legislative dipegang oleh Dewan Penasehat Syura, tempat khalifah mengadakan musyawarah dengan para sahabat terkemuka. Prestsai tertinggi masa pemerintahan Usman sebagai hasil majlis syura adalah menyusun al-quran standar, yaitu penyeragaman bacaan dan tulisan Al-Quran.Untuk mengisi baitul mal diperoleh dari alfarz, usyri, usyur, zakat dan jizya. Umar juga melengkapinya dengan beberapa jawatan.[15] Utsman paling berjasa dalam membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.

c.         Perluasan Wilayah
Di wilayah barat Utsman mengizinkan pasukan islam melakukan penaklukan ke Benua Afrika. Maka berangkatlah ’ Abd Allah Ibn Abi Sarh hingga berhasil menaklukkan Tripoli pada 648 M. Sewaktu terjadi perang Dzatus Shawari 651 M armada laut pasukan islam dapat mengalakan pasukan romawi. Hal inilah yang membedakan Utsman dengan pendahulunya yang tidak boleh melakukan penyerbuan melalui laut. Sementara itu di wilayah timur pasukan islam berhasil menaklukkan daerah Farghanah, Kabul, Juran, Balkah, dan Herat.[16]

3.     Akhir Pemerintahan
Situasi politik pada masa akhir pemerintahan Utsman semakin mencekam dan timbul pemberontakan-pemberontakan yang mengakibatkan terbunuhnya Utsman. Utsman Akhirnya wafat sebagai Syahid pada hari Jum’at tanggal 17 Dzulhijjah 655 M. Ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan dan membunuh Utsman saat sedang membaca Al Quran.

IV.    Ali Bin Abi Thalib
1.    Proses Pemilihan
Peristiwa pembunuan Utsman mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu mnguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali Bin Abi thalib menjadi khalifah. Waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair Bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah memaksa beliau sehingga akhirnya Ali menerima baiat mereka. Menjadikan Ali satu-satunya khalifah yang di baiat secara massal. Karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.[17]

2.   Masa Pemerintahan
a.      Lama Pemerintahan : 35-40 H / 656-661 M
b.      Sistem Pemerintahan
Ali berhasil memecat sebagian besar gubernur yang korupsi dan mengembalikan kebijaksanaan Umar pada setiap kesempatan yang memungkinkan. Ia membenahi dan menyusun arsip Negara untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah dan kantor sahib-ushsurtah, serta mengkoordinir polisi dan menetapkan tugas-tugas mereka. Ali juga mengambil kembali tanah-tanah yang dibagikan Utsman kepada famili-famili dan kaum kerabatnya tanpa jalan yang sah.[18]

3.   Akhir Pemerintahan
Dalam pemerintahannya ali banyak mengalami pertentangan karena ada anggapan Ali tidak mampu mengungkap pembunuhan Utsman. Kelompok Khawarij bahkan menyimpulakan bahwa penyebab terpecahnya kamu Muslimin adalah tiga orang, yaitu Ali, Muawiyah, dan Amr Bin Ash. Maka ketiganya harus di bunuh. Ketika rencana tersebut akan dilaksanakan ternyata hanya Ali yang berhasil terbunuh.[19] Ali wafat pada tanggal 17 Ramadhan 40 H / 660 M. Ali tewas ketika hendak berangkat shalat subuh.[20]

BANI UMAYYAH

1.        Lahirnya Bani Umayyah
Penyelesaian kompromi Ali dengan Mu’awiyah tidak menguntungkan bagi Ali, karena hal itu menimbulkan pecahnya kaum muslimin dan kepemimpinan Ali semakin lemah namun kepemimpinan Mu’awiyah bertambah kuat.[21]
Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H (660 M), salah seorang kaum Khawarij berhasil membunuh Ali di masjid Kuffah, yang berarti mengakhiri pemerintahan Khulafa’ur rasyiddin. Wafatnya Ali menjadi jembatan emas bagi Mu’awiyah untuk merealisasikankeputusan-keputusan perjanjian perdamaian yang menjadikan dia sebagai penguasa terkuat di wilayah kekuasaan Islam.[22]

Tahun 41 H atau 661 M. Mu’awiyah memasuki kota kuffah atas dasar perjanjian damai yang dibuat oleh Hasan. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat islamkembali dalam satu kepemimpinan polotik, di bawah amu’awiyah Abi sufyan. Disisi lain perjanjian ini menyebabkan Mu’awiyah menjadi penguasa absolut dalam islam. Pada tahun ini disebut sebagai tahun persatuan, yang dikenal dalam sejarah sebagai tahun jama’ah (‘am Jama’ah). Jadi ‘am Jam’ah adalah tahun persatuan antara Hasan dan Mu’awiyah, artinya bahwa diantara mereka tidak terjadi perebutan kekuasaan dan mereka berdamai serta menjalankan pemerintahan dalam satu kepemimpinan, dan disinilah mulai pemerintahan Bani Umayyah dengan pendirinya yaitu Mu’awiyah.[23]

2.        Khalifah Bani Umayyah
Dinasti Umayyah I ini ibu kota pemerintahannya di Damaskus dan berlangsung selama 91 tahun dengan diperintah oleh 14 orang khalifah. Dilihat dari perkembangan kepemimpinan para khalifat tersebut, maka periode Bani Umayyah dibagi menjadi tiga masa, yaitu permulaan, kejayaan dan keruntuhan.[24]
a.      Masa permulaan Bani Umayyah
Khaifah-khalifah Bani Umayyah Permulaan yaitu:
1.        Mu’awiyah I (661-680 M)
Masa permulaan ini di tandai dengan peletakan dasar-dasar pemerintahan dan orientasi kekuasaan oleh Mu’awiyah, seperti:
a.    Pemilihan Khalifah.
Kekuasaan Mu’awiyah berarti berakhirnya masa demokrasi. Karena masa pemerintahan Mu’awiyah, penggantian Khalifah adalah secara turun temurun (sistem Monarkhi).
b.    Munculnya departemen baru dalam pemerintahan pusat
Masa Khulafaur Rasyidin muncul dewan Al-Jund (urusan Kemiliteran) dan Al-Rasail (urusan administrasi dan surat menyurat), pada masa Mu’awiyah muncul dewan Al-Barid (Urusan Pos).[25]

Dewan Al-Barid ini adalah untuk mengumumkan kejadian-kejadian penting secara cepat. Dimana kuda-kuda yang berlatih ditempatkan di pos pemberhentian tertentu, sehingga petugas yang sampai di tempat itu dapat menggantikan kudanya yang kelelahan dan meneruskan perjalanannya sampai kepos berikutnya. Demikian seterusnya sehingga petugas tersebut sampai pada tujuan akhirnya.[26]
Upaya strategis yang ditempuh Mu’awiyah untuk merebut kekuasaan dan mendirikan Bani Umayyah adalah sbb:
a.    Membentuk kekuatan militer di Syiria
Caranya dengan merekrut tentara bayaran baik dari masyarakat asli maupun dari emigran Arab.
b.    Politisasi pembunuhan Utsman
Disini Ali harus mengusut pelaku pembunuhan khalifah Utsman, jika tidak maka Ali dianggap bersekongkol dengan pemberontak dan Ali harus dihukum. Dan keadaan inilah yang memperkuat pendukung dan kekuasaan Mu’awiyah.
c.    Tipu muslihat dalam arbitrase.
Usia kekhalifahan Mu’awiyah hanya 20 tahun dan dengan kebijakan Mu’awiyah, maka kekhalifahannya digantikan oleh anaknya yaitu Yazid.

2.        Yazid I (680-683 M)
Setelah Mu’awiyah meninggal, Yazidlah penerus selanjutnya, kendati Yazid tidak memiliki kemampuan. Pemerintahan Yazid  adalah dengan politik penindasan Machiavelistik yang tidak dikenal oleh kaum muslimin sebelumnya.
Pemerintahan Yazid yang hanya bertahan sekitar tiga setengah tahun, menimbulkan masalah-masalah.[27] Pada masa pemerintahannya ditahun pertama  terjadi pertikaian hebat antara Dia dengan Husein Ibn Ali dan mengakibatkan Husein terbunuh. Terbunuhnya Husein merupakan awal bencana yang menimpa islam, karena kaum muslimin pecah menjadi 2 golongan yaitu Syi’ah dan Sunni.[28]
Pada tahun kedua yaitu perampasan atas Madinah. Serangan ini terjadi karena sikap permusuhan yang dilakukan penduduk Madinah terhadap Khalifah. Kesetiaan mereka hilang, gubernur diusir dan anggota umayyah diganggu. Hal ini membuat Yazid mengirimkan pemimpin pasukan Muslim ibn ‘Uqba dan orang lalim Arab untuk mengepung Madinah dan menundukkan serta merampasnya selama 3 hari.
Pada tahun ketiga adalah serangan terhadap Makkah dan Ka’bah.[29]
Akhirnya Yazid meninggal dan digantikan oleh cucunya Mu’awiyah

3.        Mu’awiyah II (683 M)
Setelah Yazid wafat, Muawiyah II diangkat menjadi Khalifah. Dia adalah pemuda yang lemah, namun tetap dipilih menjadi khalifah. Hal ini karena dia adalah cucu dari Mu’awiyah dan kepadanyalah telah diletakkannya asas-asas sistem warisan dalam jabatan khalifah itu. Mu’awiyah II yang masa jabatannya tidak lebih dari 40 hari, kemudian mengundurkan diri karena sakit, dan menyerahkan jabatan kepada siapa saja yang bersedia. Dan selanjutnya dia hanya mengurung diri di rumah sampai ia meninggal tiga bulan kemudian.[30]

4.        Marwah (684-685)
Perselisihan berlangsung ditengah-tengahpengikut bani Umayyah, sehingga mengadakan konferensi di Jabiya, Syiria dimana Marwan diambul sumpah kekhalifahan.
Setelah itu Marwan menuju Marj Rahit mengalahkan Al-Dahhak dan membuat suku Arab bagian Selatan mendapatkan kekuasaan yang lebih. Peperangan di Marj Rahit menyalakan kembali api permusuhan dan pada akhirnya Marwan terbunuh dalam pertempuran di Iraq.[31]
b.        Masa Kejayaan Bani Umayyah
Khalifah-Khalifah masa ini adalah:
1.      Abdul Malik. (685-705 M)
Setelah wafatnya Marwan, kekuasaan bani Umayyah dipengaruhi Oleh peperangan antar suku yang mengarah pada kehancuran. Abdul Malik dikatakan sebagaipendiri dinasti Umayyah yang kedua karena dia bisa mencegah disintegrasi tersebut dengan kesabaran dan ketabahan hatinya.
Abdul Malik adalah Khalifah yang sangat berbakat. Seperti yang diterangkan oleh Mas’udi yaitu seorang ahli tata negara administator bani Umayyah yang dapat dibedakan dari Mu’awiyah.
Jalannya administrator Abdul Malik adalah corak  primitif. Tidak ada ketelitian dan pembagian tugas untuk melancarkan efisiensi kerja. Jalannya pemerintahan dituntun oleh 4 departemen pokok saja[32], yaitu:
a.       Kementrian Pajak Tanah (diwan Al-Kharaj), untuk mengawasi departemen keuangan.
b.      Kementrian Chatam, untuk masalah memorandum.
c.       Kementrian surat menyurat, yaitu untuk mengontrol permasalahan daerah dan komunikasi gubernur.
d.      Kementrian perpajakan.
2.      Al-Walid I (705-715 M)
Masa pergantiannya Walid I merupakan periode kemenangan, kemenangan dan kejayaan. Hal ini karena negara islam meluas kearah barat dan timur, beban hidup masyarakat mulai ringan, pendirian kota dan gedung-gedung umum seperti masjid dan kantor.[33]
3.      Sulayman ibn Abdul Malik (715-717 M)
4.      Umar II (717-720 M)
c.        Masa keruntuhan
Sepeninggalan Umar II yang hanya memerintah selama 2 tahun 5 bulan, kekhalifahan mulai melemah dan akhirnya hancur.
Khalifah-khalifah masa itu adalah:
1.      Yazid Ibnu Abdul malik (720-724 M)
2.      Hiyam Ibnu abdul Malik (724-743 M)
3.      Al-walid ibnu Yazid (743-744 M)
4.      YazidIbnu Walid (744 M)
5.      Ibrahim Ibnu Walid (744 M)
6.      Marwan Ibnu Muhammad (684-685)
Sebab-sebab runtuhnya bani Umayyah adalah sbb:
1.      Sistem pergantian Khalifah melalui garis keturunan
2.      Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali
3.      Pertentangan etnis
4.      Lemahnya pemerintahan bani Umayyah yang disebabkan sikap hidup mewahdi antara para khalifah
5.      Adanya kekuatan baru yang dupelopori oleh turunan al-Abbas.

BANI ABBASIYAH
       Pada zaman Abasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai sistem politik. Menurut pandangan para prmimpin Bani Abasiyah, kedaulatan yang ada pada pemerintahan (khalifah0 adalah berasal dari Allah, bukan dari rakyat sebagaiman diaplikasikan oleh Abu Bakar dan Umar pada Zaman Khulafaur Rasyidin. Hal ini dapat dilihat dengan perkataan Khalifah Al-Mansur ”Saya adalah sultan Tuhan di atas bumiNya”.
Sistem politik yang dilaksanakan oleh Daulah Bani Abasiyah I, antara lain:
a.      Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, gubernur dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan Mawali.
  1. Kota Baghdad digunakan sebagai Ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan.
c.      Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia.
  1. Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya.
e.      Para menteri trunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintahan.

       Selanjutnya, periode II,III,IV kekuasaan politik Abasiyah sudah mengalami penurunan terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan negara-negara bagian sudah tidak menghiraukan pemerintahan pusat, kecuali pengakuan politik saja. Panglima didaerah sudah bekuasa di daerahnya, dan mereka telah mendirikan dan membentuk pemerintahan sendiri, misalnya saja munculnya daulah-daulah kecil, contoh daulah Bani Umayyah di Andalusia atau Spanyol, Daulah Fatimiyah.

       Pada masa awal berdirinya Daulah Abasiyah ada dua tindakan yang dilakukan oleh para khalifah Daulah Bani Abasiyah untuk mengamankan dan mempertahankan dari kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya pemberontakan. Yaitu:
a.      Tindakan keras terhadap Bani Umayyah.
  1. Pengutamaan orang-orang turunan Persi

Dalam menjalankan pemerintahan khalifah Bani Abasiyah pada waktu itu dibantu oleh seorang wazir (perdana menteri) atau yang jabatannya disebut dengan Wizaraat. Sedangkan wizaraat itu dibagi lagi menjadi dua yaitu:
  1. Wizaraat Tanfiz (sistem pemerintahan presidensial)
Yaitu wazir hanya sebagai pembantu khalifah dan bekerja atas nama khalifah.
  1. Wizaraatut Tafwidl (parlemen kabinet)
Yaitu wazir berkuasa penuh untuk memimpin pemerintahan, sedangkan khalifah sebagai lambang saja. Pada kasus lainnya fungsi khalifah sebagai pengukuh dinasti-dinasti lokal sebagai gubernurnya khalifah.

Selain itu untuk membantu khalifah dalam menjalankan tata usaha negara diadakan sebuah dewan yang bernama diwanul kitaabah (sekertariat negara) yang dipimpin oleh seorang raisul kuttab (sekertaris negara) dan dalam menjalankan sistem pemerintahan negara wazir dibantu beberapa raisul dewan (menteri departemen-departemen). Tata usaha negara bersifat sentralistik yang dinamakan an-nidhamul idary al-markazy.
Selain itu dalam zaman Daulah Abasiyah juga didirikan angkatan perang, Baitul Maal. Dan organisasi kehakiman. Selama dinasti ini berkuasa pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, ekonomi, sosial, dan budaya.[34]



BAB III
KESIMPULAN

NO
URAIAN
KHULAFAUR RASYIDIN
UMAYYAH
ABBASIYAH
1.
Proses pemilihan
Musyawarah
Keturunan
Keturunan
2.
Sistem pemerintahan
Demokratis
Monarkhi

3.
Fungsi Bitul Maal
Harta kekayaan rakyat
Harta keluarga raja

4.
ajaran
Menghapuskan fanatisme
Memunculkan kembali fanatisme

5.
Dewan pemerintahan
Dewan Al-Jund, diwan al-rasail. (umar bin-Khatab)
Dewan Al-Jund, diwan al-rasail, dewan Al-Barid (Mu’awiyah) Dewan Al-Kharaj, dan dewan Khatam (Abdul Malik)

6.
Akhir pemerintahan
Pemerintahan berakhir ketika khalifah wafat dan digantikan khalifah yang dianggap pantas.
Pemerintahan berakhir ketika khalifah wafat dan digantikan keturunannya.

7.
Penyelenggaraan negara
Tidak ada jabatan Wazir
Tidak ada jabatan Wazir
Ada jabatan Wazir
8.
Konsep khalifah
Pelanjut Nabi

Mandat dari Allah, bukan dari manusia
9.
Lembaga negara






DAFTAR PUSTAKA

Ali, K.2003. Sejarah Islam dari awal Hingga Runtuhnya Dinasti Usmani (Tarikh Pramodern). Jakarta. PT Raja Grafindo

Choirul Rofiq, Ahmad. 2009. Sejarah Peradaban Islam (Dari Masa Klasik Hingga Modern). Ponorogo. STAIN Ponorogo Press.

Haq Dzul Karim, Irfan. 23april2010. Daulah Bani Abbasiyah. http://www.scribd.com/doc/30390315/daulah-Bani-Abbasiyah

Hassan, Ibrahim Hassan. 1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta. Kota Kembang.

Latief, Sanusi. 2003. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta. PT Pustaka Al-Husna Baru.

Muttaqin. Politik Islam Masa Khulafaur Rasyidin. 10 Januari 2011. Pukul 09.15. http://klungsur-senjamagrib.blogspot.com/2011/01/politik-islam-masa-khulafaur-rasyidin.html

Syukur, Fatah. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Semarang. PT Pustaka Rizki Putera.

Yatim, Badri. 2006. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

           



[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006 ), hlm. 35
[2] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, ( Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002 ), hlm. 50
[3] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, ( Jakarta: Kalam Mulia, 2003 ), hlm. 285
[4] Di poskan oleh (Muttaqin, Politik Islam Masa Khulafaur Rasyidin, 10 Januari 2011, Pukul 09.15) http://klungsur-senjamagrib.blogspot.com/2011/01/politik-islam-masa-khulafaur-rasyidin.html
[5] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, ( Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002 ), hlm. 51
[6] Ahmad Choirul Rofiq, M. Fil. I, Sejarah Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern ),
(Yogyakarta: Nadi Offset, 2009), hlm. 89
[7] Ibid. Fatah Syukur. hlm. 52
[8] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, ( Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002 ), hlm. 52-53
[9] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006 ), hlm. 38
[10] Ibid. Badri Yatim, hlm. 37
[11] Di poskan oleh (Muttaqin, Politik Islam Masa Khulafaur Rasyidin, 10 Januari 2011, Pukul 09.15) http://klungsur-senjamagrib.blogspot.com/2011/01/politik-islam-masa-khulafaur-rasyidin.html
[12] Ahmad Choirul Rofiq, M. Fil. I, Sejarah Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern ),
(Yogyakarta: Nadi Offset, 2009), hlm. 92
[13] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 54
[14] Ahmad Choirul Rofiq, M. Fil. I, Sejarah Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern ). hlm. 94
[15] Di poskan oleh (Muttaqin, Politik Islam Masa Khulafaur Rasyidin, 10 Januari 2011, Pukul 09.15) http://klungsur-senjamagrib.blogspot.com/2011/01/politik-islam-masa-khulafaur-rasyidin.html
[16] Ibid. Ahmad Choirul Rofiq. hlm. 95
[17] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 57
[18] Di poskan oleh (Muttaqin, Politik Islam Masa Khulafaur Rasyidin, 10 Januari 2011, Pukul 09.15) http://klungsur-senjamagrib.blogspot.com/2011/01/politik-islam-masa-khulafaur-rasyidin.html
[19] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, ( Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002 ), hlm. 60.
[20] K. Ali, Sejarah Islam dari Awal hingga Runtuhnya Dinasti Usmani, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2003), hlm.218
[21] Ibid. Fatah Syukur. Hlm.69
[22] Ahmad Choirul Rofiq. Sejarah Peradaban Islam (Dari Masa Klasik Hingga Modern). Ponorogo. STAIN Ponorogo Press. 2009. Hlm.117
[23] Ibid. Fatah Syukur. Hlm.69
[24] Ibid. Ahmad Choirul Rofiq. Hlm. 117
[25] K. Ali, Sejarah Islam dari awal Hingga Runtuhnya Dinasti Usmani (Tarikh Pramodern). Jakarta. PT Raja Grafindo. 2003. Hlm. 330
[26] Hassan  Ibrahim Hassan. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta. Kota Kembang. 1989. Hlm. 67.
[27] Ibid. Hassan Ibrahim Hassan. Hlm.68
[28] Fatah Syukur. Sejarah Peradaban Islam. Hlm. 73
[29] Ibid. Hassan Ibrahim Hassan. Hlm. 69
[30] Sanusi Latief. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta. PT Pustaka Al-Husna Baru. 2003. Hlm. 50-51.
[31] Ibid. Hassan Ibrahim Hassan. Hlm. 71
[32] Ibid. Hlm.75
[33] Ibid. Ahmad Choirul Rofiq. Hlm.117
[34] Irfan Haq Dzul Karim. Daulah Bani Abbasiyah. 23 april 2010. http://www.scribd.com/doc/30390315/daulah-Bani-Abasiyyah.hlm. 14-15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar